Hukum Makmum Rukuk Sebelum Masuk Shaf
Hukum Makmum Rukuk Sebelum Masuk Shaf ini merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Kitab Shahihu Fiqhis Sunnah wa Adillatuhu yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Musyaffa Ad-Dariny, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Senin, 28 Jumadil Akhir 1446 H / 30 Desember 2024 M.
Kajian Tentang Hukum Makmum Rukuk Sebelum Masuk Shaf
Pada kesempatan sebelumnya, kita telah membahas perbedaan antara mendapati jamaah shalat dan mendapati rakaat imam. Seseorang bisa saja tidak mendapati rakaat imam tetapi tetap mendapatkan pahala berjamaah. Misalnya, ketika seseorang datang ke masjid dan mendapati imam sudah i’tidal di rakaat terakhir, lalu dia shalat bersama imam. Dalam kasus ini, orang tersebut tidak mendapatkan rakaat imam, tetapi tetap memperoleh pahala shalat berjamaah.
Sekarang, kita masih membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan masbuk. Dalam bab ini, terdapat pembahasan mengenai apakah seorang makmum diperbolehkan rukuk sebelum masuk ke shaf, sebagaimana yang dilakukan oleh sahabat Abu Bakrah Radhiyallahu ‘Anhu.
Ada dua pendapat tentang masalah ini:
- Pendapat pertama: Tidak boleh melakukan hal tersebut. Pendapat ini berdasarkan larangan dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Beliau bersabda kepada Abu Bakrah:
زَادَكَ اللَّهُ حِرْصًا وَلَا تَعُدْ
“Semoga Allah menambahkan semangat untukmu, tetapi jangan ulangi lagi.” (HR. Bukhari)
Larangan ini menunjukkan bahwa perbuatan tersebut tidak dianjurkan dan tidak seharusnya dilakukan. - Pendapat kedua: Boleh dilakukan, walaupun tidak baik. Pendapat ini mendasarkan pada larangan dalam hadits Abu Bakrah, yaitu وَلَا تَعُدْ (“jangan ulangi lagi”), yang dianggap sebagai larangan yang tidak sampai pada derajat keharaman. Mengapa? Karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak mengingkari perbuatan tersebut secara keras. Beliau tetap menganggap rakaat itu sah dan tidak memerintahkan Abu Bakrah untuk mengganti rakaat atau mengulang shalatnya. Dengan demikian, larangan ini lebih condong pada makruh, bukan haram.
Secara pribadi, saya lebih condong pada pendapat kedua. Sebaiknya seseorang tidak rukuk sebelum masuk shaf. Namun, jika ada yang melakukannya, dia tetap mendapatkan rakaat tersebut, sebagaimana dahulu dilakukan oleh sahabat Abu Bakrah Radhiyallahu ‘Anhu. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menganggap sahabat Abu Bakrah telah mendapatkan rakaat itu.
Pembahasan berikutnya: Apakah disyaratkan bagi makmum untuk mendapatkan tumakninah imam dalam rukuk agar dapat dihitung mendapatkan rakaat tersebut?
- Kasus pertama: Jika seseorang datang ke masjid dan mendapati imam sedang rukuk, lalu dia takbiratul ihram untuk rukuk, tetapi sebelum dia rukuk, imam sudah i’tidal, maka orang tersebut tidak mendapatkan rakaat itu. Sebab, dia tidak mendapatkan rukuknya imam.
- Kasus kedua: Jika seseorang datang ke masjid, mendapati imam sedang rukuk, lalu dia takbir dan rukuk sementara imam masih dalam posisi rukuk, maka orang ini mendapatkan rakaat tersebut.
- Kasus ketiga: Seseorang datang ke masjid ketika imam sedang rukuk. Makmum tersebut masuk ke shaf, melakukan takbiratul ihram, lalu takbir lagi untuk rukuk. Saat dia rukuk, dalam waktu yang sangat singkat—misalnya setengah detik—imam mengangkat kepala dari rukuk sehingga dia tidak mendapatkan tumakninah imam dalam rukuk. Dalam hal ini, apakah dia dianggap mendapatkan rakaat atau tidak?
Jawabannya: Wallahu a’lam, menurut pendapat saya, orang ini tidak mendapatkan rakaat imam. Karena tidak ada keyakinan bahwa dia mendapatkan rakaat tersebut. Secara hukum asal, dia dianggap ketinggalan. Ketika tidak ada keyakinan bahwa dia mendapatkan rakaat imam, maka kita tetap menganggap dia tidak mendapatkan rakaat tersebut.
Jika ada seseorang yang datang ke masjid dan mendapati imam sedang rukuk, lalu dia melakukan takbiratul ihram dan rukuk, kemudian ragu apakah dia mendapatkan rukuk imam atau tidak—ragu apakah ketika dia rukuk imam masih dalam posisi rukuk atau sudah mengangkat kepala—orang seperti ini dianggap tidak mendapatkan rukuk imam selama keraguannya belum hilang.
Mengapa demikian? Karena hukum asalnya adalah dia tidak mendapatkan rukuk imam. Meskipun ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa hukum asalnya imam belum mengangkat kepala, sehingga dianggap imam masih dalam posisi rukuk, pendapat ini memiliki pandangan berbeda.
Namun, saya lebih menguatkan pendapat pertama, yaitu hukum asalnya makmum tidak mendapatkan rukuk imam kecuali ada keyakinan bahwa dia benar-benar sempat rukuk bersama imam. Pendapat ini juga lebih berhati-hati, karena dalam kondisi ragu, lebih baik mengikuti hukum asal yang jelas, yaitu makmum dianggap tidak mendapatkan rukuk imam.
Ketika seseorang masuk dalam shalat berjamaah dalam keadaan imam sedang rukuk, lalu mengikuti rukuk imam, namun imam segera mengucapkan سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ (“Semoga Allah mendengar orang yang memuji-Nya”), sehingga muncul keraguan apakah dirinya mendapatkan rukuk imam atau tidak, maka dalam keadaan seperti ini sebaiknya dia menganggap dirinya tidak mendapatkan rukuk imam. Artinya, dia harus mengganti rakaat tersebut.
Misalnya, jika dia bergabung dalam rakaat pertama, lalu takbiratul ihram, kemudian rukuk, tetapi imam segera mengangkat kepala sehingga dia ragu apakah sempat mendapatkan tumakninah dalam rukuk imam, maka dia harus menganggap dirinya tertinggal satu rakaat. Dia mengikuti imam hingga imam salam, lalu menambah satu rakaat sebagai pengganti.
Bagaimana penjelasan lengkapnya? Download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.
Download mp3 Kajian
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/54838-hukum-makmum-rukuk-sebelum-masuk-shaf/